Kamis, 20 November 2014

Tempat-tempat Wisata di Kabupaten Bungo

1.    Lapangan Semagor Muara Bungo Lapangan semagor ini terletak di pusat kota Muara Bungo. Lokasi ini setiap hari selalu ramai dikunjungi masyarakat terutama kaula muda untuk sekedar duduk dan bersantai hingga menyantap makanan dan minuman yang diual disana.
 2.    Taman Kota Bungo Taman yang terletak di Jantung Kota Muara bungo kota Bungo ini  merupakan wisata kota keluarga yang cukup representatif dan sering dikunjungi warga Kota Muarabungo dan sekitarnya. Jalan akses untuk mencapai taman ini sangat mudah, berada di pinggiran Jalan Lintas Sumatera (Jalinsum). Persisnya di depan Kompleks Wiltop Bungo Plaza (WBP). Taman ini tertata apik, dengan jalan setapak di kanan kiri ditumbuhi bunga. Fasilitas yang terdapat di dalamnya adalah sebuah pendopo di atas kolam seluas 4×7m, Kios makanan dan rumah makan siap saji serta permainan air berupa kereta bebek air (sepeda air). 
3.    Taman Alam Sari Muara Bungo Wisata alam dengan berbagai aneka permainan anak-anak hingga remaja dan dewasa.  Point Ball atau permainan perang dengan pakaian ala militer lengkap,  serta persenjataan khusus untuk permainan itu sendiri. Selain itu juga terdapat sircuit jet raider juga Apv, motor dengan roda empat.
4.    Semagi Waterpark Muara Bungo Semagi Watepark memiliki luas 12 Ha terletak di Km 09 sebelum SPBU arah Bangko. Menyediakan 6 wahana permaianan air, seperti seluncuran dengan empat kolam renang dan dua kolam kendaraan dayung air. 


5.    Rumah Tua Desa Tanah Periuk Desa Tanah Periuk yang terletak di Jalan Lintas Sumatera Kecamatan Tanah Sepenggal Lintas, ternyata Menyimpan Aset yang sangat Berharga. Yaitu peninggalan sejarah dalam bentuk Rumah Tua. Perjalanan yang ditempuh untuk sampai ke desa itu sekitar setengah jam dari Muarabungo, dengan jarak tempuh 24 kilometer menuju Desa Tanah Periuk. Rumah Tua Desa Tanah Periuk ini didirikan sekitar 200 tahun yang lalu. Jumlah rumah tua tersebut diperkirakan sebelas rumah dan letaknya berpencar namun masih berdekatan di wilayah Desa Tanah Periuk. Menurut informasi dari tokoh masyarakat setempat, rumah tersebut dulu beratap rumbia. Saat ini telah direnovasi menjadi atap dari genteng dan dari seng. Saat pendirian rumah tersebut juga tidak menggunakan paku seperti rumah lainnya. Paku tersebut diganti dengan pasak dari kayu yang diruncingkan pada ujungnya. Di bagian pucuk rumah terdapat ukiran khas, begitu juga di bagian dinding rumah yang seluruhnya berbahan kayu itu juga ada ukiran cukup khas bermotif seperti bunga. 
6.    Air Terjun Tegan Kiri Air Terjun Tegan Kiri terdapat di Desa Rantau Pandan, Kecamatan Rantau Pandan, berjarak ± 34 Km dari ibu kota kabupaten Bungo. Air Terjun ini bersumber dari perbukitan dengan ketinggian 26 m. Telah terdapat tempat permandian & lapangan parkir. Disekitar tempat ini masih banyak berkeliaran berbagai jenis kera & beruang madu. Juga masih sering ditemukan Bunga Bangkai (Amorphopallus Titanum). 


7.    Bunga Bangkai Terdapat di Desa Rantau Pandan, Kecamatan Rantau Pandan, berjarak ± 34 Km dari ibu kota kabupaten Bungo. Ada dua jenis Bunga Bangkai yang tumbuh di daerah Jambi, yaitu Amorphopallus Titanum & Rafflesia Arnoldi. Bedanya, yang satu memanjang ke atas sedangkan yang satunya lagi melebar. Keduanya serumpun, sejenis Areceal Vegetation / keladi yang mengeluarkan bau busuk seperti bangkai, sehingga tidak hanya menarik perhatian serangga seperti lalat, tapi juga binatang buas untuk mendekat. Amorphopallus bisa tumbuh setinggi 1,8 - 2,85 m, sedangkan Rafflesia bisa tumbuh dengan diameter mencapai ± 2 m. 
8.    Batu Tapak Sembilan Merupakan situs peninggalan purbakala yang terletak di Desa Senemat Ulu. Batu Tapak Sembilan merupakan batu Menhir yang tertera tapak-tapak purbakala manusia dan hewan. Hal ini menunjukkan bahwa wilayah Jambi telah didiami oleh masyarakat berbudaya sejak Zaman Batu Prasejarah (diperkirakan Megalitikum dan Neolitikum). 

9.    Air Terjun Punjung Empat Penamaan air terjun ini karena airnya berasal dari Bukit Punjung dengan puncak tinggi bertingkat. Terletak di Rantau Keloyang Kecamatan Pelepat. Anda dapat tiba di sana dengan berkendaraan roda empat sepanjang 26 Km dan kemudian 4 km lagi masih harus berjalan kaki. Anda tak perlu merasa sia-sia. Searah bagian hulu dengan air terjun ini terdapat tiga buah gua alam. Cerukan gua bervariasi antara 3,5 sampai 35 meter dengan ketinggian permukaan 3 - 7 meter. Siapa tahu nasib anda baik, maka anda dapat membawa sarang burung layang-layang yang mahal itu. Itupun kalau belum dipanen masyarakat desa. Gua ini disebut Gua Batu Luah Muaro. 
10.    Dam Semagi pelayang Dam/waduk yang dimanfaatkan pula sebagai fasilitas wisata air/tirta. Keduanya di Kecamatan Tanah Tumbuh, 35 & 48 km dari Muara Bungo. Dam Semagi merupakan bangunan air peninggalan penjajah Belanda, dibangun tahun 1937, hingga sekarang masih berfungsi dengan baik. Mempunyai saluran tertier sepanjang 26.045 m dengan 9 bangunan, dapat mengairi sawah seluas 248 ha. Sedangkan dam Batang Uleh selain sebagai irigasi sawah dihilirnya, juga dimanfaatkan sebagai wisata tirta & budidaya ikan keramba. 

11.    Sumber Air Panas Terdapat di Kecamatan Tanah Tumbuh, berjarak sekitar 41 Km dari ibukota kabupaten.

 12.    Gua Alam Kendati tidak begitu besar, pada cerukan bukit di Dusun Lubuk Mayan lebih kurang 20 Km dari Muara Bungo dan juga Goa Alam ini terdapat di Dusun Apung Mudik yang tidak jauh dari Dusun lubuk Mayan Kecamatan Rantau Pandan. Goa alam di Dusun Lubuk Mayan dikenal masyarakat sebagai Goa Kelelawar. Ribuan kelelawar beterbangan membentuk barisan menghitam bila keluar atau masuk goa dikala menjelang malam atau menjelang subuh hari dan ini merupakan suatu atraksi alam yang sukar dicari di tempat lain dalam lingkungan alam yang masih lestari. Asal anda jeli maka akan terlihat sang pimpinan yang bertubuh sedikit besar dari yang lainnya. Tempat bergantungnyapun tertentu seolah mahligai kebesaran berada di relung tinggi. Beda jika anda memasuki Goa di Dusun Apung Mudik Kecamatan Rantau Pandan. Berbagai bentuk Batu Granit akan ditemukan di sela lelehan air menembus bak lilin. Masyarakat dusun menyebutnya Goa itu Goa Tetesan Lilin. Tak jauh dari Goa bila melayang di atas sungai akan dijumpai sebuah lubuk dengan air berpusar berdiameter hampir 10 meter. Menurut cerita pusaran air terjadi karena ada cerukan batu atau lubang yang mempunyai hubungan dengan suatu daerah bunian (makluk halus). 

13.    Masjid Al Falah Desa Empelu Masjid Al Falah terletak di Desa Empelu, Kecamatan Tanah Sepenggal Lintas. Masjid kuno dengan bangunan bergaya melayu itu dibangun pada 1812. Pengerjaan masjid tersebut dikerjakan secara bertahap. Sehingga akhirnya bentuk bangunan itu cukup megah, seperti sekarang. Beberapa tokoh masyarakat setempat mengatakan, Dusun Empelu pernah dipimpin oleh seorang Rio Agung Niat Tuanku Kitab. Rio Agung Niat Tuanku Kitab disebut-sebut merupakan Rio pertama di wilayah itu. Rio Agung mengajak masyarakat Desa Empelu untuk bergotong royong mengambil kayu di hutan, untuk membangun sebuah rumah ibadah yang pada saat itu disebut pertama kali sebagai Surau Al Falah. Pendirian awal Masjid Al Falah dikerjakan oleh Rio Agung bersama masyarakat, atas titah Pangeran Anom. Saat didirikan, bentuk bangunan Masjid Al Falah masih berbentuk rumah panggung yang terdiri dari beberapa tiang, beratap daun rumbia, dengan dinding dari kayu, lantai dari bilah, bentuknya seperti biasa menyerupai rumah adat Bungo. Alat yang digunakan juga cukup sederhana. Penggunaan masjid tersebut juga untuk kepentingan kemasyarakatan dan pemerintahan. Pada 1827, Surau Al Falah direhab menjadi bangunan berbatu dengan tembok dari semen. Pengerjaan bangunan dikerjakan oleh Abu Kasim dari Pulau Jawa dan telah lama tinggal di Malaysia.  Saat itu, Surau Al Falah diubah namanya menjadi Masjid Al Falah oleh Pangeran Anom dibawah pimpinan Raja Demak dari Mataram, Pulau Jawa. Pada 1837, bangunan masjid kembali direhab. Proses pengerjaan rehab bangunan masjid, dikerjakan oleh seorang pekerja dari Bukit tinggi bernama Mangali. Saat itu bangunan mulai tampak indah, dengan keindahan seni arsitektur bangunan serta interior yang cukup menarik. Selain itu, terkandung pula simbol-simbol atau makna-makna yang cukup luas dari bentuk fisik bangunan.  Pada 1850, kembali dilakukan pemugaran, memperbarui dua menara rendah. Menara itu terletak di sudut depan masjid, seperti saat ini. Pada saat itu, Desa Empelu dipimpin oleh Rio Abdul Kadir. Pada masa kepemimpinannya, penyelesaian pembangunan Masjid Al Falah Desa Empelu dikatakan rampung.  Pada 1856, dilakukan atap masjid ditukar menjadi seng. Pada 1867, dilakukan kembali pengerjaan masjid dengan menukar tiang menara tinggi sebanyak 8 batang yang merupakan tiang dasar kaki menara. Bahan tiang yang awalnya dari kulim, diganti dengan tiang dari kayu bulim. Kayu tersebut menurut cerita tokoh masyarakat setempat, diperoleh dan diambil secara bergotong royong oleh masyarakat Desa Empelu dari daerah Bukit Bulim (daerah Bukit Kemang). 



14.    Dam Tapus Tanah Tumbuh Merupakan situs bersejarah yang terletak di Kecamatan Tanah tumbuh, Desa Batang Uleh, 60 km dari Muara Bungo. Dam ini berangka tahun 1787 M. Di desa Batang uleh, kotojayo, tanah tumbuh, karena menurut cerita, tokoh ini memiliki sejarah penjajahan zaman belanda dan japan. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar